Bandara Soekarno
Hatta terlihat cerah pagi ini, secerah wajah Rani yang berwarna kuning langsat.
Rambut hitam bergelombangnya tergelung indah dan rapi. Rani melangkah dengan percaya diri menuju si
burung besi. Tempatnya bertugas selama beberapa tahun ini sebagai salah satu awak
cabin Garuda. Tubuhnya yang mungil namun proporsional dengan tinggi 158 cm, bergegas
menuju pintu pesawat. Akh, kurang 1 cm saja tingginya, maka tak mungkin ia bisa
bekerja disini sebagai seorang pramugari bintang 5.
Penghargaan
yang ia dapatkan sebagai best cabin crew, adalah sebuah kebanggaan sekaligus
beban baginya. Untuk lebih menjaga kinerjanya sebagai pramugari yang senior dan
sudah diperhitungkan. Segera ia bersiap-siap menaiki pesawat, sebelum menyambut
penumpang yang akan berangkat menuju Christchurch, salah satu kota terbesar di
Auckland. Dimana sebelumnya penerbangan singgah dulu di Kuala Lumpur. Negara yang ingin selalu ia kunjungi, karena terpesona
oleh kehangatan, kenyamanan, keromantisan dan keindahannya bak lukisan. Sama indah,
hangat, romantis dan nyamannya dengan kota kelahirannya di desa GiriTengah
Borobudur Yogya. Bedanya, desa tempat tinggalnya penuh dengan keanekaragaman
budayanya. Akh, betapa ia suka dengan hal-hal yang berbau romantis, termasuk
kota-kota romantis yang ia kunjungi. Seperti Paris, New Zealand bahkan kota
Yogya, tanah kelahirannya.
Tak
mudah jalannya untuk diterima sebagai pramugari. Sebagaimana usahanya agar
terpilih menjadi awak cabin terbaik. Maskapai ternama dan terbesar di negerinya
ini. Garuda Airways! Meskipun pernah gagal tes masuk, namun bukan Rani namanya
yang gampang menyerah begitu saja. Keras kemauan dan keras kepala yang
diturunkan ayahnya, begitu melekat pada jiwanya. Hingga tahun berikutnya ia
kembali mencoba mengikuti seleksi dan akhirnya diterima di maskapai paling besar,
sesuai impiannya. Asal kau tahu, tak cukup bermodalkan wajah rupawan dan
kesempurnaan fisik saja, tapi lebih dari itu. Kecerdasan, berwawasan luas,
ketekunan dan ketangguhan harus kau punyai. Bahkan sudah dimulai sejak awal
seleksi dan menjalani pelatihan selama masa karantina begitu diterima.
Harus
siap menjalani pelatihan fisik yang keras dan penuh dispilin. Olahraga teratur
untuk tubuh mulai dari lari hingga harus berani latihan berenang di laut.
Menjaga sewaktu-waktu pesawat kecelakaan dan jatuh di perairan. Belum lagi
harus hafal luar kepala materi setebal ratusan halaman berbahasa Asing. Materi
tentang tata cara bekerja di pesawat terutama bagaimanya caranya melakukan
tindakan untuk keselamatan penumpang, bila keadaan darurat. Selama beberapa
hari kepalanya cenat-cenut karena mumet. Namun ia harus tekun mempelajari dan
menghafalnya, meskipun di dera bosan.
Namun
yang paling susah diantara semuanaya adalah saat ia harus selalu tersenyum
ramah dan terlihat bahagia di depan para penumpang pesawat. Sebagai salah satu
keharusan bagi seorang pramugari karena penumpang adalah raja yang harus selalu
dilayani. Padahal bila sedang gundah, ia
sulit menutupinya dari siapapun. Dan ia perlu latihan keras untuk itu, hingga
lama-lama terbiasa memasang senyum meskipun hatinya sedang tidak ingin tersenyum.
Yang pasti bukan senyum penuh kepalsuan karena harus tulus untuk melayani.
Tak
hanya sampai disitu, kerap ia menemukan pemumpang yang ngeyel bin rewel di
pesawat. Stok kesabarannya harus ia charge terus. Padahal aslinya ia orang yang
kurang sabaran dan mudah frustrasi menghadapi orang yang sulit diberitahu.
Misalnya saat ada perintah harus mematikan Handphone dan Android apapun, selama
pesawat akan Take Off dan Landing. Namun ada saja penumpang yang tanpa merasa
bersalah tetap menyalakan gadgetnya. Padahal ini sangat berpengaruh besar pada
keselamatan diri orang tersebut dan penumpang lainnya. Namun apapun resiko yang
harus ia jalani, ia sangat mencintai profesinya ini. Apalagi saat pesawat
mendarat dengan selamat dan penumpang merasa nyaman selama penerbangan. Tak
perlulah ucapan terima kasih dan seulas senyuman manis yang menurutnya terlalu
mewah bagi pramugari sepertinya. Cukup keselamatan dan kepuasan penumpang
selama dalam perjalanan hingga sampai di tujuan. Sebuah kepuasan yang tak bisa
ia nilai dengan sejumlah materi, berapapun besarnya.
#BlogToBook
keren
BalasHapusmakasih Oben Cedric:)
HapusGak bisa bayangin, gimana kalo pas stress berat dan bawaannya ingin nangis, harus diempet karena tugas ya... :D
BalasHapusresiko profesi ya da:)
HapusKereeen Mba^^
BalasHapusmakasih rotun df atas kunjungannya:)
Hapusya begitulah faktanya profesi pramugari kelihatan keren dari luar tapi tanggung jawab besar dipikul. Terima kasih teman2 atas kunjungannya:)
BalasHapuskagum dengan profesi ini
BalasHapusiya mbak inna salut ya, dan gak banyak yg tahu
HapusAww dulu saya punya cita2 jadi pramugari tapi apa saya tinggi badan ngga mencukupi :p Suka dengan pramugari maskapai kita cantik2 dan ramah. Kalo maskapai luar ngga terlalu peduliin penampilan fisik dan ngga seramah maskapai kita.
BalasHapusho oh toh mbak sari? saya baru tahu maskapai luar begitu
HapusSeru mbaa cerita dan profesinya :)
BalasHapusmakasih dewi cendika:)
Hapus