Sudah
lama kita mengetahui bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang masuk dalam
kategori negara dengan banyak penduduk miskin di dalamnya. Padahal kita tahu
betapa kaya dan suburnya negara Indonesia. Kok bisa? Sebenarnya tidak ada
negara yang miskin, yang ada negara yang tidak dikelola dengan baik, termasuk
negara Indonesia.
Dalam
acara bertajuk ‘Indonesia Poverty Outlook 2018 hari kamis 21 Desember yang
digelar di Museum Kebangkitan Nasional, salah satu pihak penyelenggara yaitu Drg. Imam Rulyawan, MARS., Direktur Utama Dompet Dhuafa
Filantropi menyatakan bahwa tingkat kemiskinan kini
justru terjadi di kota-kota besar di Indonesia seperti Jawa dan Sumatera. Hal ini
disebabkan oleh tingginya kepadatan penduduk miskin, serta tingginya biaya
hidup minimum. Belum lagi ketersediaan infrastruktur yang tidak merata dengan
masih kurangnya puskesmas dan sekolah sekolah di daerah pedesaan.
Secara mendasar, penyediaan
infrastruktur pendidikan dan kesehatan secara merata untuk setiap warga negara,
termasuk si miskin, adalah amanat konstitusi (Pasal 31 dan 34 UUD 1945). Karena
itu, selayaknya fasilitas kesehatan dan pendidikan dasar ini tersedia secara
merata di 511 kabupaten-kota, 7.098 kecamatan, dan 82.629 desa-kelurahan di
seluruh negeri. Kenyataannya, penyediaan infrastruktur kesehatan dasar secara
umum belum merata. Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat 1, idealnya
tersedia di setiap desa-kelurahan. Namun hingga kini, Puskesmas baru tersedia
di setiap kecamatan dimana rasio puskesmas per kecamatan secara rata-rata
nasional mencapai 1,4 pada 2016. RS kelas C (RSUD) idealnya tersedia di setiap
kecamatan, namun baru tersedia di setiap kabupaten-kota, ditunjukkan rasio RS
kelas C per kabupaten-kota yang mencapai 2,0 pada 2016. Dalam kenyataannya,
ketersediaan infrastruktur kesehatan antar daerah sangatlah timpang. Di DKI
Jakarta, secara rata-rata, Puskesmas telah tersedia di setiap kelurahan dan
RSUD telah tersedia di setiap kecamatan. Sedangkan di Papua, sekedar 1 RSUD per
kabupaten-kota dan 1 Puskesmas per kecamatan pun belum mampu dipenuhi.
Di saat yang sama, ketersediaan
infrastruktur dasar pendidikan juga masih jauh dari memadai. SD negeri secara
rata-rata nasional telah berada di setiap kelurahan-desa, dimana rasio SD
negeri per kelurahan-desa mencapai 1,6 pada 2016. Namun, dengan wajib belajar
12 tahun, maka SMP dan SMA-SMK termasuk infrastruktur pendidikan dasar sehingga
selayaknya juga merata di setiap kelurahan-desa. Namun rasio SMP negeri per
kelurahan-desa baru 0,28 sedangkan rasio SMA-SMK negeri per kelurahan-desa
hanya 0,12 pada 2016.
Kesimpulannya, ketersediaan infrastruktur pendidikan antar daerah sangatlah
timpang. Di DKI Jakarta, secara rata-rata, SMP negeri dan SMA-SMK negeri telah
tersedia di setiap kelurahan. Sedangkan di Papua, sekedar 1 SMP negeri per
kecamatan pun belum mampu dipenuhi.
Lebih jauh, kuantitas infrastruktur pendidikan dasar ini juga tidak diimbangi
dengan kualitas yang memadai. Sebagai misal, dari sekitar 1 juta ruang kelas SD
negeri pada 2016, hanya sekitar 25% saja yang dalam kondisi baik, selebihnya
dalam kondisi rusak, baik rusak ringan, sedang, berat hingga rusak total. Belum
lagi ruang kelas dengan status rusak berat dan rusak total, dipastikan akan
sangat mengganggu aktivitas pendidikan, bahkan membuatnya berhenti sama sekali.
Secara ironis, daerah miskin di luar Jawa menghadapi kondisi kualitas
infrastruktur pendidikan dasar paling buruk, antara lain Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara.
Miris, di
tengah hiruk pikuk pembangunan infrastruktur yang terangkum dalam 225 proyek
strategis nasional senilai Rp 4.796 triliun, dengan 30 proyek infrstruktur
prioritas senilai Rp 1.237 triliun, menghasilkan
fakta-fakta
diatas yaitu
menyisakan rasa: ketidakadilan. Padahal
dengan dana
Rp 1 triliun,
cukup untuk membangun 6.765 ruang kelas SD, atau 5.511 ruang kelas SMP, atau
4.182 ruang kelas SMA, atau 50 rumah sakit. Terlihat bahwa kebijakan-kebijakan
presiden Jokowi dinilai tidak bisa memberantas kemiskinan secara tuntas. Meskipun pertumbuhan ekonomi dimasa Jokowi semakin berkembang,
namun pertumbuhan ekonomi tidak serta merta langsung mengurangi tingkat
kemiskinan
“Biasanya justru sekelompok kecil the haves-lah yang banyak
menikmatinya, ujar Imam
Apa sebab? Setelah ditelusuri ternyata kebijakan ekonomi Jokowi
menunjukkan anomali yaitu cenderung bias ke penduduk miskin pedesaan namun
membuat kondisi kemiskinan pedesaan menjadi semakin buruk. Terdapat tendensi
bahwa upaya penanggulangan kemiskinan lebih kondusif terhadap penduduk miskin
di pedesaan di bandingkan di perkotaan.
Sebenarnya
kemiskinan secara umum dapat diturunkan melalui perluasan program perlindungan
sosial, peningkatan ketersediaan dan cakupan pelayanan dasar terutama
pendidikan, kesehatan, sanitasi, perumahan dan listrik, serta pengembangan
penghidupan berkelanjutan pada lokasi-lokasi termiskin. Dalam perspektif ini,
penyediaan infrastruktur dasar yang ditujukan untuk kelompok miskin memiliki
peran penting dalam meningkatkan kualitas modal manusia yang secara efektif
akan memutus rantai kemiskinan. Point penanggulangan kemiskinan selain dengan
penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan produktivitas sektor pertanian,
optimalisasi akses produksi, maka dilakukan juga dengan pembangun infrastruktur
seperti puskesmas dan sekolah, terutama yang di daerah.
Untuk
itulah dompet dhuafa merasa terpanggil untuk ikut ambil bagian dalam memajukan
ekonomi agar kemiskinan semakin berkurang. Salah satunya lewat wakaf dari
individu, kelompok maupun korporasi. Sesuai visi untuk menciptakan masyarakat
dunia yang berdaya. Dompet dhuafa merupakan organisasi nirlaba milik masyarakat global yang
berusaha untuk pemberdayaan sosial. Filosofi dana terdiri dari zakat, infaq
atau shodaqoh. Visi Dompet Dhuafa telah terwujudnya masyarakat dunia yang
berdaya melalui pelayanan, pembelaan dan pemberdayaan yang berbasis pada sistem
yang berkeadilan. Intinya dengan wakaf lewat dompet dhuafa, bisa
membantu kelancaran dalam pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan bagi orang
miskin seperti sekolah dan puskesmas. Sebagai individu tentu saja kita juga
bisa ikut berpartisipasi dengan menjadi donatur. Tak perlu besar, asal rutin
berdonasi ke dompet dhuafa walaupun kecil, akan sangat berguna dalam membantu
menurunkan kemiskinan dan penyediaan layanan sosial bagi wilayah yang masih
kekurangan. Begitu juga bagi kelompok dan korporasi, juga bisa ikut memberi
donasi.
Dompet Dhuafa emang luar biasa sangat membantu untuk menurunkan angka kemiskinan di Indonesia.
BalasHapus