Tak dapat
dipungkiri bahwa tingginya pendapatan seseorang berdampak juga pada tingginya
tingkat kesehatan individu yang bersangkutan. Wajar bila semakin rendah tingkat
ekonomi dan pendapatan seseorang, maka semakin rendah kualitas makanan yang
dikonsumsi. Padahal kesenjangan dalam konsumsi makanan beimplikasi pada
buruknya kualitas asupan gizi, yang pada gilirannya menurunkan tingkat
kecerdasan anak secara permanen. Selain itu tingkatan kesehatan yang rendah di
masa kecil akan membawa pada status sosial ekonomi yang rendah di masa dewasa,
karena jalur kesehatan seseorang banyak terbentuk di masa kecilnya. Sedangkan angka
harapan hidup mencerminkan banyak kondisi seperti factor genetic, jenis kelamin
hingga ras. Namun factor yang lebih dominan adalah kondisi sosial dan keamanan,
serta tingkat kesejahteraan.
Menurut Dr. Prasetyo, tidaklah
heran bila kesehatan sebagai salah satu lingkaran setan bagi kemiskinan. Dimana
warga miskin secara ekonomi dapat diihat dari konsumsi makanan yang bergizi
untuk menentukan kualitas kesehatannya. Selain kualitas tempat tinggal, pola
makan dan gaya hidup. Apalagi banyak warga miskin yang masih mengosumsi rokok.
Bahkan mirisnya lagi, semakin miskin seseorang, pengeluaran rokoknya malah
semakin tinggi. Masih menurut DR. Prasetyo Widi Buwono Sp.PD, hal inilah yang harus menjadi focus
bagi negara. Sebab percuma BPJS digalakkan tapi konsumsi rokok tidak
terkendali. Belum lagi kesenjangan antara akses kesehatan dengan kualitas dan
ketersediaan layanan kesehatan. Dimana puskesmas lebih banyak ketersediaannya
di Jawa daripada di luar Jawa. Untuk itulah perlunya jaminan kesehatan di
tengah kesenjangan, agar mimpi meratanya jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia
terwujud.
“Tenaga medis terutama dokter,
masih terkonsentrasi di daerah padat penduduk saja, terutama kota-kota besar
yang menawarkan kelengkapan fasilitas, serta karir dan pendapatan tinggi. Di sebagian
daerah banyak puskesmas tidak memiliki dokter, dan di beberapa daerah bahkan
puskesmas-nya pun tidak tersedia,” kritik Yusuf Wibisono, Direktur IDEAS dalam
pemaparannya.
Untuk itulah peran tenaga
kesehatan masyarakat sangat berperan dalam mengembangkan Sistem Kesehatan
Nasional ini. Sebab Universal Health Coverage tidak hanya sebatas kuratif atau
hospital based melainkan juga seluruh upaya kesehatan mulai dari promotif,
preventif, kuratif, rehabilitative dan palliative health. Disamping itu peran
masyarakat juga dapat menggerakkan masyarakat dan stakeholder dalam rangka
sinergi bersama. Seperti halnya program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) yang menyasar kesehatan lingkungan dimana memerlukan peran bersama, baik
Dinas Kesehatan, Dinas Pemukiman, Bapeda, Desa, dengan komponen masyarakat dan
NGO sebagai penggerak di masyarakat itu sendiri.
Kita tahu, Dompet Dhuafa
merupakan salah satu lembaga yang concern dalam upaya memberikan solusi atas
permasalahan kesenjangan akses kesehatan. Salah satu contohnya mendirikan “Layanan Kesehatan Cuma-Cuma”
dengan membangun berbagai infrastruktur dan layanan kesehatan serta modal sosial
kesehatan di beberapa kota mulai dari Aceh, Palembang, Makasar, Papua, Kupang,
serta 11 kota di pulau Jawa. Melalui variasi pemberdayaan kesehatan ini,
diharapkan mampu membantu pemerintah dalam turut serta mewujudkan jaminan kesehatan
di berbagai pelosok wilayah Indonesia. Intinya peran serta dan kerjasama dari
berbagai pihak, akan lebih mempercepat tercapainya mimpi agar jaminan kesehatan
bagi seluruh rakyat Indonesia bisa terwujud.