Suatu ketika saya
terkejut dengan apa yang diucapkan oleh putri sulung saya.
“Ma,
kenapa setelah kakak rajin shalat nilai-nilai ujiannya malah rendah. Kan Mama
yang bilang kalau kita rajin shalat dan berdoa pada Allah, pasti akan
dikabulkan. Padahal kakak selalu berdoa agar mendapatkan nilai yang tinggi biar
bisa jadi juara kelas,” ucapnya cemberut.
Buku Cerita Anak Saya Tentang Berdoa Terbitan Ana Muslim Malaysia
Deg!
Rasanya bagai ditikam palu. Ternyata selama ini anak saya juga terpengaruh
bahwa belajar yang rajin hanya untuk mendapatkan nilai-nilai yang tinggi saja.
Saya pun berusaha sebijak mungkin untuk menjawabnya.
“Kakak, kan Mama pernah cerita ada seseorang
yang berdoa minta kaya, tapi dia malas bekerja. Apa mungkin dia bisa menjadi
kaya seketika dengan hanya duduk diam?”
“Mana
mungkin, Ma,” jawabnya sambil tertawa.
“Nah,
begitu juga bila Kakak berdoa minta nilai tinggi, tapi belajarnya kurang
sungguh-sungguh. Lagi pula untuk apa kita mengejar nilai tinggi semata tapi
kita tidak paham dengan ilmu yang kita pelajari? Dan perlu Kakak ketahui bahwa menuntut
ilmu itu sama dengan berjihad di jalan Allah yang akan mendapatkan pahala
surga. Jadi, niat Kakak yang utama haruslah belajar untuk mendapatkan keridhaan
Allah SWT. Apalagi orang yang menuntut ilmu akan didoakan oleh seluruh penduduk
langit dan bumi. Jadi, Kakak belajarlah yang sungguh-sungguh agar banyak yang
mendoakan kelak.”
Akhirnya
putriku tak lagi cemberut dan mau mengerti bahwa selama ini niatnya salah dan
harus diluruskan. Ia juga suka bercerita bahwa ada salah satu temannya yang
suka menyontek saat ujian karena takut dimarahi orangtuanya bila tidak bisa
mendapatkan juara kelas. Jika anak tersebut mendapatkan nilai rendah, tak
segan-segan di depan orang banyak ibunya berkata kasar dan memarahinya.
Benar-benar prihatin mendengarnya. Padahal sebenarnya pendidikan itu tak hanya bertujuan
untuk mentransfer ilmu saja, tetapi juga untuk membentuk kepribadian peserta didik
yang disebut juga sebagai penanaman akhlak. Ulasan Tentang Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak saya ulas di buku ini
Sudahkah para orangtua menyadari hal penting ini? Karena hanya mengejar nilai akademik yang tinggi, tak jarang banyak anak yang berlaku curang. Jika dibiarkan terusmenerus, bukan tak mungkin setelah anak menjadi pemimpin kelak, sikap curangnya itu membuatnya tak lagi takut untuk korupsi. Sebagaimana yang kita dapati tingginya tingkat korupsi di Indonesia. Tak salah bila Prof. Dr. Ahmad Tafsir, MA, guru besar UIN, Bandung, mengatakan bahwa sekarang misi pendidikan kadang-kadang telah menyempit menjadi sekadar ahli dagang, ahli menghitung, ahli membius, ahli membedah, ahli membuat obat, ahli mengoperasikan komputer, bahkan hanya ahli mengelas. Kesimpulannya Bukan tidak boleh anak mengejar nilai yang tinggi demi mengasah ketekunan dan jiwa kompetisinya. Tapi bukan dibawah tekanan dan ambisi orangtuanya. Sebab keahlian-keahlian itu harus diakui memang diperlukan. Namun, mestinya yang paling utama adalah mendidik murid itu menjadi manusia lebih dahulu (Filsafat Pendidikan Islam, 2008).
Aku pernah dulu menuntut anakku untuk nilainya bagus. Tapi kemudian aku nemu curhatan dia di diary, katanya aku nggak pernah bangga padanya. Bisanya cuma menuntut aja. Sejak saat itu aku gak pernah nanya detail nilainya berapa. Yang kutanyakan sudah paham blm pelajarannya.
BalasHapusIya mak ayahnya juga dulu begitu tapi sekarang sudah lebih santai, daripada anaknya stress😊
HapusSepakat,Mbak. Akhlak yang baik akan menjaga dirinya selama ia hidup juga sebagai bekal kembali kepada Sang Pemilik Hidup.
BalasHapusIya mbak kalau kuliat di film2 korea anaknya pada stress dan bunuh diri karena ambisi orangtuanya duh..
HapusSetuju mba pendidikan tidak harus selalu harus mendapat nilai bagus, yang terpenting ilmunya dapat dipahami dan diserap kalau dapat nilai tinggi berarti bonus
BalasHapusSetuju mak, makasih udah mampir🤗
BalasHapus