Perkenalkan namaku Iir, duduk di kelas 2 SMA dan tinggal di asrama cewek. Memang sih setiap hari yang sering kulihat perempuan semua sampai bosan. Tapi tinggal di asrama ternyata seru juga loh. Apalagi kalau pas ada berita gosip yang lagi heboh. Dan pagi ini berita yang aku dapat sungguh membuat penasaran. Kalau di koran mungkin sudah jadi headline. Berita bahwa anak asrama kembali mengalami kecurian alias hampir setiap hari ada saja barang yang hilang. Padahal sudah lama asrama aman terkendali. Mulai dari baju, jam tangan, barang pernak-pernik sampai duit gopek yang terletak di kamar anak asrama saja hilang.
Berita santer ini membuat kami berusaha menjadi detektif kelas teri. Siapakah gerangan yang suka ngutil di asrama? Aku dan anak-anak yang ditugaskan untuk menyelidiki, jadi parno. Setiap anak selalu ditatap penuh selidik dan diawasi sedemikian rupa. Meeting di gelar di musala yang merangkap ruang serbaguna. Keesokan harinya saat bel istirahat berbunyi, kami segera ngacir ke asrama untuk melakukan penggeledahan. Yang paling penting, minta izin dulu pada penjaga sekolah biar gak dikira bolos. Tak sampai lima menit, kami sudah sampai di asrama. Jarak antara sekolah ke asrama memang cuma 100 langkah kaki orang dewasa. Kalau langkah kaki bayi, mungkin bisa sampai 10 ribu langkah. Apalagi kalo bayinya merangkak hehehe.
Mulailah satu-persatu kamar anak-anak di periksa. Mulai dari isi lemari baju diperiksa, kasur yang dibongkar dan dibolak-balik, sampe periksa kolong tempat tidur segala. Biasanya setelah ini anak-anak asrama langsung manyun begitu tahu kamarnya berantakan. Mereka berusaha untuk mengerti bahwa tim penyidik sedang beraksi. Jadi enggak mungkin bisa marah. Setelah semua kamar diperiksa, tak ditemukan juga barang bukti.
Sebelum kasus diteruskan ke mahkamah yang lebih tinggi, tiba-tiba terjadi perdebatan dan saling tuduh tanpa adanya bukti. Beberapa anak mencoba beralibi bahwa anak yang sudah insaf itulah yang mengambil uangnya. Sebab barang bukti ditemukan di kotak peralatan sekolah si tertuduh. Kotak itu disimpan rapi di dalam kardus kecil yang ada di bawah tempat tidur. Tertuduh memang dulu pernah mengambil barang teman-teman saat baru menjadi penghuni asrama. Waktu itu umurnya masih sangat muda, karena baru masuk SMP.
Menurut pengakuannya, awalnya dia melakukan karena heran dengan barang-barang yang baru ia lihat. Maklum, dia berasal dari daerah terpencil. Istilahnya masih ndeso bin katrok. Jadi rasa heran inilah yang membuatnya ingin memiliki barang-barang bagus yang jarang ia temui di kampung.
Seiring bertambahnya usia, ia mulai mengerti bahwa yang ia lakukan adalah salah. Hingga dia memutuskan untuk bertobat, dengan berjanji pada diri sendiri untuk tak mengulangi lagi perbuatan tak terpujinya itu. Beda dengan Salamah yang ngutil barang-barang asrama karena terpaksa. Kehidupan ekonominya tak sebaik anak asrama yang lain karena dia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Apalagi menurut Salamah, setelah ayahnya menikah lagi, Salamah harus berbagi jatah dengan adik-adik tirinya.
Namun aku dan sebagian anak asrama dilema benar atau tidak. Karena pelaku mengaku bukan dia yang mengambil sambil berurai air mata. Uang itu memang sengaja dia simpan rapi untuk membeli barang yang ia perlukan.
“Sejatinya kita enggak bisa menuduh orang sebelum ada bukti, sih. Takut terjadinya fitnah bila ternyata tidak benar. Bisa saja anak asrama yang lain, atau si pelaku yang dulu suka mencuri kumat lagi,” jelasku sok bijak di hadapan anak-anak.
“Iya nih, apalagi setahu gue, anak yang dituduh itu sudah benar-benar tobat dengan lebih banyak beribadah dan tahajud tiap malam. Kurang apa lagi coba bukti tobatnya yang sungguh sungguh itu,” timpal anak yang lain.
Tapi tetap saja ada anak yang enggak percaya.
“Halah, bisa aja salatnya itu cuma kedok doang biar dikira alim.”
Aku dan yang enggak setuju hanya bisa mengelus dada dan ingin semua bisa terpecahkan. Apalagi para pelaku yang dicurigai enggak ada yang mau mengaku meskipun sudah dipaksa berterus terang di ruang sidang. Akhirnya, terjawablah siapa si pelaku ketika bapak asrama meminta kami semua minum air yang sudah didoakan. Bila yang meminum air itu pelaku sebenarnya, reaksi badannya akan gatal-gatal dan merah. Enggak nunggu lama, air tersebut bereaksi.
Ternyata benar bukan Si A yang sudah tobat pelakunya. Anak-anak termasuk diriku sadar bahwa dalam hidup ini kita enggak boleh mudah menuduh orang lain sebelum ada bukti sahih. Enggak hanya itu, tak ada alasan bagi kita memvonis dan menjauhi seseorang yang pernah berbuat salah. Selama pelaku sudah menunjukkan iktikad untuk berubah. Enggak heran kalau mantan narapidana banyak yang galau kembali ke masyarakat meskipun sudah berubah lebih baik. Khawatir akan dijauhi dan enggak diterima lagi, apalagi sampai dikucilkan. Prihatin.
Aku kira kejadian soal pencurian sudah berlalu hingga kami semua termasuk diriku akhirnya bisa bernafas lega. Namun keesokan harinya,
“Ayo kita bongkar kamar dan kasur si Iir,” seru beberapa anak asrama.
“Lho, ada apa ini? Kok tiba-tiba kasurku yang dibolak-balik?”
“Ada yang mengaku kehilangan dompet Ir, dan katanya ada yang menemukan di kamarmu.”
“What! Jangan asal tuduh dong. Ampun deh”
“Lebih baik kita buktikan bersama, apa ini fitnah atau bukan,” ucap salah satu anak asrama.
Sebelum tangsiku pecah, ternyata dompet yang hilang itu ada di bawah kasurku. Oh my God! Kok bisa? Kebayangkan kayak apa muka ini? Berganti warna dari hitam ke putih pucat pasi. Soalnya kulitku hitam, tapi hitam manis kayak gula jawa. Duh, kejam banget yang udah fitnah diriku hiks. Tanpa ampun aku digiring ke musala dan disidang disuruh mengaku.
“Aku harus mengaku apa? Wong tidak melakukan hal memalukan ini,” tangisku sambil kekeuh membela diri.
“Halah! Mana ada maling yang mau mengaku, kecuali maling cinta hihihi.”
Gerrrrrr, suara tawa anak-anak membuatku semakin merasa terhina. Baiklah emak, aku harus melawan! Karena anakmu ini berada di pihak yang benar!
“Hai! Dengar ya semuanya. Gue enggak pernah niat ngutil, Soalnya duit kiriman gue lebih banyak dari kalian semua,” jawabku naik darah enggak terima. Sombongku pun kumat. Namun yang terjadi kemudian di luar dugaanku. Masih dalam posisi menunduk sambil menahan airmata karena malu
“Happy birthday to you, Happy Birthday Iir.”
Huwaaaa, baru sadar ternyata lagi dikerjain, baru ingat bahwa hari ini memang hari lahirku. Pengen marah dan nyumpah-nyumpah karena sudah berhasil buat diriku malu. Tapi yang ada aku malah nangis terharu. Sungguh! Kejadian hari ini tidak akan pernah aku lupakan sampai kapanpun sebagai kado terindah di hari ulangtahunku yang ke 17 tahun. Akhirnya satu-persatu teman asrama memberi selamat padaku yang kembali meneteskan airmata bahagia. Duhai Emaakkkk! Anakmu dapat kejutan ulangtahun yang bikin spot jantung nih, teriak batinku antara marah, malu tapi luarbiasa senang.
Cerita ini adalah fiksi yang diikutsertakan dalam lomba blog menulis fiksi "Ulang Tahun" yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Semarang Gandjel Rel